NKRI PSSI Indonesia Bersatu |
Reza Rivano - 12108241054 Universitas Negeri Yogyakarta - Admin - Dunia persepakbolaan jelas tidak
pernah sayu untuk dibicarakan entah dengan alasan apapun. Kehadirannya di jagat
raya membuat setiap orang bersimpatik. Kelahiran dan perkembangan player dalam perhelatan ini tidak bisa
membuat orang berhenti membicarakannya. Bukan hanya player dalam lapangan, melainkan pemain dalam kongres akbar di
tanah air tercinta yang mengendalikan semuanya.
Keprihatinan dan ketakutan yang
seperti inilah yang melanda tanah pijakan Indonesia. Kekuasaan memang sangat
menggiurkan, bukan tanggung jawab tetapi tunjangan yang diperebutkan. Keegoisan
lebih dijunjung tinggi daripada sportifitas. Peristiwa seperti ini terbukti
dengan berapa kali berita rapat PSSI dan KPSI yang dapat di saksikan di media. Apakah
selama ini ada hasil yang bisa meyakinkan masyarakat dengan langkah yang mereka
tempuh? Kepastian yang belum jelas akan hal seperti ini hanya memberikan
harapan palsu kepada masyarakat.
Media mengabarkan kongres
selanjutnya akan diadakan kembali tanggal 17 Maret 2013 yang akan disaksikan
oleh perwakilan dari AFC dan FIFA secara langsung. Secara tidak langsung
kongres ini memberi sebuah harapan tersendiri bagi kubu pelaksana sepakbola,
bagi rakyat, dan bagi siapaun. Tentu saja semua akan merasa senang melihat
prestasi sepakbola Indonesia bangkit dari keterpurukan. PSSI dan KPSI memang
berwujud politik, tetapi bukan hanya sekedar politik yang mengedepankan
kepentingan organisasinya. tetapi politik yang menjembatani antara prestasi,
kesejahteraan rakyat dan keadilan. Selama ini Indonesia belum mempunyai wakil
organisasi politik yang benar-benar memprioritaskan kepentingan bangsa, tetapi
politik yang dimanfaatkan sebagai sarana mentenarkan diri dan mencari kekayaan.
Melihat kondisi dengan kasat
mata, jelas membuat persepsi semakin yakin untuk tidak berharap banyak pada tingginya
nilai sportifitas. Fairplay yang
berlaku di lapangan hijau sudah banyak diragukan. Pola permainan yang
menjunjung tinggi keadilan tidak dapat dipastikan. Antara olahraga bela diri dan
sepakbola bercampur aduk menjadi satu di lapangan hijau. Tempo waktu, perilaku
supporter yang tidak bisa menerima kenyataan melakukan tindak anarki. Itulah
cermin dari sepakbola Indonesia sesungguhnya. Tidak tahu siapa yang harus
disalahkan, antara rakyat, pemain, manajemen team dan pemerintah. Inilah
kondisi sesungguhnya yang menimpa persepakbolaan Indonesia yang
dilatarbelakangi oleh dualisme kepemimpinan. Akankah masyarakat sebagai
penikmat sepakbola menjadi korban yang tidak tahu entah sampai kapan hal ini
berakhir? Ataukah kongres yang akan diadakan tanggal 17 Maret mendatang adalah
awal yang baru wajah Persepakbolaan di tanah air?
Biarkan pemerintah yang bekerja,
rakyat sebatas pendukung hanya menjalankan sebagai mana sistem bekerja. Tak
perlu banyak tanya dengan sesuatu yang janggal pada setiap momen persepakbolaan
Indonesia. Untuk sementara waktu biar saja seperti ini, sebagai rakyat biasa,
tidak ada lagi tuntutan yang dapat mengubah keadaan. Terkadang perasaan optimis
kepada pemerintah harus dilahirkan. Siapa tahu dengan awal yang kurang jelas
seperti ini jajaran pengurus dan player yang
memegang peranan bisa membawa sepakbola Indonesia lebih baik dengan menjunjung
nilai sportifitas yang ada di dalamnya.
Profil Penulis |
Nama : Reza rivano
Pekerjaan : Mahasiswa
Universitas : Negeri Yogyakarta (UNY)
Fakultas/Prodi : Ilmu Pendidikan (FIP) / Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)
CP : 081904111898/08562663788
E-mail : rezarivano@gmail.com
WhatsApp : Invite 081904111898
FB reza rivano
Tweet @rerivano
Jika blog ini berisi wacana, maka post di blog ini dirilis dengan sumber terpercaya,
Jangan Lupa Donasi, Selamat Berjelajah, Happy Copas
Reza Rivano